Posts

Showing posts from October, 2013

Membenci Penebar Benci aka FPI?

Image
  "Kalau perlu dengan FPI juga kerja sama untuk hal-hal tertentu. Iya kan? Kerja sama untuk hal hal yang baik,” kata Gamawan Fauzi, Kamis (24/10) lalu. Polemik dan bla bla bla langsung muncul di sana-sini. Di page Anda Bertanya Habib Rizieq Menjawab , tautan pada berita ini direspon 253 komentar dan 313 jempol. Mayoritas menolak. Penolakan masif dari publik bisa dipahami. Aksi-aksi kekerasan memang sering berhubungan dengan FPI ini. Ingat bentrok FPI dengan warga Kendal, lalu lurah Susan? Publik sudah hapal bahwa kelompok ini adalah penyebar kebencian juga pelaku kekerasan yang andal. Dan ketika Gamawan ingin buka ruang dialog dengan mereka, saya pikir: “kenapa tidak?” Tapi harapan itu luluh berkenaan dengan sarkas yang dihujankan pada Gamawan. Di wall saya, dua teman saya bilang kerjasama atau dialog dengan FPI bakal percuma. Mereka memakai peristiwa siram oleh Munarman sebagai alasan. Dan saya tidak perlu bertanya lagi kepada mereka kenapa tidak setuju. Di pag...

Sumpah, Serapah, Cukup Sudah!

Image
Minggu (27/10) sore saya nonton berita di televisi. Ada lomba menghapal teks Sumpah Pemuda di sebuah desa di Bandung. Hanya tiga peserta yang hapal tanpa keliru satu kata pun. Peserta lain gagal ingat. Ibu saya sendiri, bila tak menonton televisi, akan lupa esoknya hari besar apa. Dan kita was-was sebab ini mengecewakan buat kebhinnekaan Indonesia. Namun poin yang lebih berbahaya sebenarnya bukanlah itu. Bukan sekadar soal pelajar SD, remaja atau oma opa yang belepotan merapal Sumpah. Ada yang lebih urgent kita perbincangkan : "serapah"- - yang harusnya sudah selesai di Ambon dan Poso. Namun ia kontinu. Bahwa narasi-narasi bertenaga benci, caci maki, masih bertebaran di sana sini. Bukalah browser hari ini, Anda takkan kesulitan mendapat ajakan permusuhan - -yang seringnya membawa suku dan agama. Seperti, ehem, kasus lurah Jasmine? Lihatlah beberapa situs yang kerapkali menuduh dan tanpa klarifikasi itu. Tengok pula ancamannya terhadap yang beda iman. Bukankah i...

Gol-Gol di Bawah Aspal

Image
Kiri ke kanan : Idpha, Radit dan Yudi, warga Pulosari, Bandung, bermain bola di sarana sepakbola Sekolah Sepakbola Bandung Wetan, Senin (30/9) siang. “Goool!” pekik Yudi (13), pukul 1 siang itu. Restu (12) si kiper hanya bisa tertawa lantaran gagal menangkap bola. Restu lalu mengambil bola dari balik gawang, melemparnya ke empat temannya sambil terus terbahak. Begitu mendapat bola, kini Yudi mengoper pada Idpha (10), Idpha menendang, dan lagi, “Goooool!” Bukan di lapangan futsal berbayar, mereka bermain di satu sarana sepakbola kawasan Balubur, Bandung. Nama resminya adalah Sarana Sepakbola Sekolah Sepakbola Bandung Wetan. Lapangan itu ada di kolong jalan layang Pasupati, lima menit jalan kaki dari gedung Rektorat Institut Teknologi Bandung ke arah barat. Lokasinya kurang lebih di bawah tiang pemancang utama jalan layang Pasupati. Lapang ini beralaskan matras hitam dan dikelilingi oleh tripleks tebal berisi logo para sponsor. Di tripleks itu, tercantum nama BUMN, komunitas Bandung...

Indonesia Butuh Lebih dari Karnaval

Image
*32 besar nasional Kompetisi Esai Mahasiswa Tempo Institute Ringkasan : Perayaan tujuh belasan mewakili kontradiksi. Bila dulu bangsa ini lahir karena perbedaan, kini perbedaanlah yang jadi alasan kekerasan - sebuah standar ganda terhadap keberagaman. Jadi mana yang sebetulnya aneh: karnaval tujuh belasan atau perilaku orang yang intoleran? Di sela ramainya suara permusuhan saat ini, sekelompok orang membentuk blog persahabatan lintas-iman. Di untukharmoni.com , mereka mengajak masyarakat Indonesia kembali merayakan perbedaannya. Sebab Indonesia harus tetap ada, jangan sampai bubar jadi negara-negara kecil di Nusantara.   “Bapak-bapak, ibu-ibu,” teriak panitia peringatan HUT RI sambil berlalu naik motor, “karnaval akan dimulai pukul 3 sore ini. Seluruh warga diharap berkumpul di GOR.” Pengumuman itu baru saja lewat beberapa menit lalu, di depan rumah saya. Yang terjadi selanjutnya sudah bisa ditebak : anak-anak berkumpul, memakai baju adat dari berbagai suku ...

Eid al-Satay Mubarak?

Image
When I went to Jatinangor this afternoon, the smell of fresh satay lingers all street long. I can easily find smokey places, and I know what is going on there, barbeque. Two hours earlier, my mom warmly welcomed my neighbor who distributes bags of meat. She got a half kilo. Then suddenly she cleaned the meat and put them in boiled water. Voila , a big bowl of gule sapi (meat curry) for our dinner. Wether it is satay or curry, the situation is annual. I remember when I was just a little boy, Eid al-Adha came exactly on December 31, a new year’s eve, so my neighborhood could have a BBQ party. We were happy, yes, definitely. But untill now, I still don’t know the relevance of satay to the spirit of Eid. If we take a look the history of qurban ritual, it has no relevance with satay, or any food. In Islamic tradition, it starts when Abraham the prophet received God’s message trough his dream. God asked Abraham to sacrifice, literally kill, Abraham’s only son Ismail. Heavy heart, A...